RELASI MANUSIA DAN TUHAN
Agama
merupakan suatu sistem kepercayaan atau keimanan seseorang terhadap Tuhan atau
juga bias disebut Dewa tergantung bagaimana agama tersebut menyebutnya. Agama
diyakini oleh setiap manusia karena agama adalah suatu hal yang akan menjadi
landasan manusia selama hidup. Dengan agama hidup seseorang akan menjadi lebih
teratur. Jika hidup seseorang teratur, maka hidupnya akan terhindar dari
hal-hal buruk. Seperti contohnya, manusia dilarang untuk melakukan zina
(melakukan hubungan badan diluar ikatan pernikahan). Hal ini tentu saja
dilarang karena memiliki alasan yang jelas. Yaitu, agar seseorang terhindar
dari penyakit-penyakit berbahaya seperti HIV/AIDS, syphilis, dll. Seperti yang
kita ketahui penyakit-penyakit tersebut dapat menular karena kerap kali
bergonta-ganti pasangan. Nah, hal tersebut dapat dicegah melalui adanya ikatan
pernikahan sehingga dapat mencegah penyakit-penyakit tersebut.
Memang
setiap agama memiliki cara beribadah, kitab suci dan ajaran yang berbeda. Namun,
hakikatnya setiap agama menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Dan, setiap agama pula
mengajarkan hal-hal baik, karena tidak ada agama yang mengajarkan keburukan. Sebagai
contoh, tidak ada agama yang menyerukan umatnya untuk membunuh orang lain. Tiap
agama mengajarkan seseorang untuk mengasihi satu sama lain bahkan kepada
binatang sekalipun.
Di Indonesia sendiri, terdapat 6 agama yang
diakui. Yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Kong Hu Chu.
Dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 265 juta (data th. 2018) tentu
saja tiap agama memiliki jumlah penganut tersendiri.
Namun,
yang disayangkan, akhir-akhir ini situasi antar umat beragama merenggang. Hal
ini dapat terjadi karena kurangnya toleransi diantara sesama. Kurangnya
toleransi dapat terjadi karena kurangnya dalam memahami ajaran, mempelajari
sesuatu hanya dasarnya saja, tidak sampai mendalam. Sehingga seseorang akan
merasa ‘saya lebih bak daripada anda.. Selain itu, kuranya wawasan seseorang
dapat memicu kurangnya rasa toleransi juga. Wawasan merupakan suatu hal yang
penting karena dengan adanya wawasan seseorang mampu membuka pikiran kita, dan membuat
kita berpikir lebih logis. Selain itu, kurangnya pergaulan juga mampu memicu
seseorang untuk menjadi intoleran. Hal ini terjadi karena mereka terus menerus
berada dalam lingkup lingkungannya sendiri, seperti halnya ‘katak dalam
tempurung’. Dengan mengenal banyak orang dengan latar ras, agama, budaya yang
berbeda-beda maka kita sebagai manusia yang tinggal di tempat bermacam-macam
budaya mampu menerima orang lain dengan mudah dan tanpa ada prasangka buruk. Selain
itu, kurangnya rasa empati juga mempengaruhi. Hal ini terjadi karena seseorang
merasa lebih benar daripada orang lain. Yang berbeda dari baik dari perbedaan
agama, berbeda cara berdoa kepada Tuhan walaupun agama yang dianut sama masih
dapat menjadi sebuah persoalan.
Tentu
saja ini sangat bertentangan dengan sikap inklufisme. Dimana seseorang harusnya
menjadi pribadi yang toleran. Mampu menerima perbedaan yang terjadi di
sekitarnya, baik itu berbeda dari agama, ras dan budaya. Sayangnya, akhir-akhir
ini dapat kita jumpai berbagai persoalan ekslusifisme. Hal ini dapat kita lihat
dari kasus-kasus yang terjadi beberapa tahun kebelakang di Indonesia.
Sebagai
contoh, kasus pembangunan Gereja Santa Clara di Kota Bekasi yang terjadi pada
24 Maret 2017. Kasus yang terjadi adalah, masyarakat yang tinggal di Bekasi
Utara menolak didirikannya Gereja Santa Clara tersebut karena masyarakat yang
tinggal adalah mayoritas beragama Muslim. Selain itu, ketika unjuk rasa
terjadi, Koordinator Aksi Majelis Silahturahim Umat Islam Bekasi (MSUIB), Ustadz Iman Faturohman
berujar bahwa dengan didirikannya Gereja Santa Clara ini maka akan melukai hati
masyarakat yang beragama Muslim. Hal ini terjadi karena struktur pemangunan
gereja yang sangat megah hingga tiga lantai sehingga ditakutkan akan melukai
masyarkat muslim. Selain itu, beliau berujar bahwa mereka tidak bermaksud untuk
menolak pembanguna gereja, hanya saja, diharapkan untuk melaksanakan pembanguna
tidak berada di tempat dimana masyarakat mayoritas beragama Islam.
Namun
pernyataan yang diucapkan oleh Ustadz Iman Faturohman bertentangan dengan apa
yang diajarkan oleh ajaran agamanya, yaitu Islam, dan juga bertentangan dengan
apa yang ada di UUD 1945. Diterangkan dalam UUD 1945 pasal 28E ayat 1 bahwa setiap
orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan
dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat
tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. Hal ini
berarti bahwa dengan menolak dibangunnya Gereja Santa Clara, maka orang-orang
yang menolak tersebut tidak memberikan hak orang lain untuk beribadah di tempat
ibadatnya sendiri,
Selain
itu didalan ajaran agama Islam dapat kita temui ayat-ayat yang menyerukan
umatnya untuk tidak mencampuri urusan agama orang lain dan harus saling
bersikap toleransi. Hal ini dapat kita lihat di surat Al-Kafirun ayat 6:
لَكُمْدِيْنُكُمْ وَلِىَ دِيْنِ
yang berarti bahwa ‘Untukmu agamamu dan untukkulah agamaku’. Seharusnya
apabila seseorang memiliki keimanan yang tinggi, mempelajari ilmu agama secara
baik dan tidak fanatic, maka Ia tidak akan merasa sakit hati dengan dibangunnya
gereja tersebut. Seharusnya Ia harus bersikap sebaliknya. Dimana mereka akan
menghargai dan bisa saja mencoba saling membantu agar tempat peribadatan
tersebut rampung dengan cepat.
Selain dalam surat Al-Kafirun, hal ini juga
diriwayatkan dalam hadist HR. Muslim: dan Abu Ya’la: 2967:
‘Dinarasikan Anas ibn Malik ra., sesungguhnya Rasulullah saw.
Bersabda : Demi yang jawaku di
tangan-Nya, tidaklah beriman seseorang hamba sehingga dia mencintai tetangganya
sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.’
Hal ini dapat kita simpulkan bahwa ibadah seseorang tidak
hanya berdasarkan dengan hubungannya dengan Tuhan, namun juga dengan manusia. Sebagaimana
dalam ajaran agama Islam, Habluminallah dan Habluminannas. Ibadah seseorang
tidak baik apabila dititik beratkan hanya di satu sisi saja. Ia harus seimbang,
baik hubungannya dengan Tuhan, dan hubungannya dengan manusia lain, sekalipun memiliki
latar belakang yang jauh berbeda.
Selain itu, masyarakat Muslim di Bekasi Utara,
seharusnya dapat mencontoh dan meneladani sikap yang dilakukan oleh
junjungannya, Nabi Muhammad SAW. Dikisahkan bahwa ketika Nabi Muhammad dan
pengikutnya pada masa itu, berhijrah dari Mekkah ke Madinah, beliau membuat
kesepakatan dengan umat Yahudi untuk saling berukunan antar tetangga.
Hal ini dapat dilihat dari isi perjanjian
tersebut, bahwa setiap masyarakat memiliki hak kemerdekaan untuk memeluk dan
menjalankan agamanya masing-masing. Selain itu, sebagai antar umat beragama
saling tolong-menolong dan saling menasehati.
Kita tidak seharusnya dibutakan oleh agama. Seharusnya
dengan agama, kita mampu menjadi pribadi yang lebih baik. Menjadi seseorang
yang bertoleransi dengan yang lain, sekalipun apabila keimanan yang kita anut
berbeda. Kita semua harus mampu untuk menyaring apa yang baik untuk kita dan
sebaliknya juga.
Dengan begitu, kita sebagai seseorang yang
tinggal di negara dimana banyak sekali perbedaan dalam budaya, ras, maupun
agama, kita harus memiliki sikap toleransi yang tinggi guna menciptakan negara
yang penuh dengan kedamaian. Karena, apabila terjadi kekerasan baik itu dalam
bentuk fisik maupun verbal yang ditakutkan adalah negara kita akan hancur
karena perang dengan saudara setanah air sendiri. Kita akan terjajah oleh rasa
egois kita sendiri. Padahal kita semua adalah makhluk social, dimana kita
membutuhkan orang lain untuk bertahan hidup.
REFERENSI
https://www.academia.edu/28435058/TOLERANSI_NABI_MUHAMMAD_S.A.W_TERHADAP_UMAT_BERAGAMA?auto=download
Comments
Post a Comment